Nation Branding

PENGEMBANGAN KONSEP KOMUNIKASI NATION BRANDING INDONESIA

Oleh: Maman Fathurochman, SE
KONSEP NATION BRANDING
Nation branding adalah sebuah studi yang sangat menarik dan baru yang terkait dengan seberapa besar dampak sebuah produk yang diperdagangkan antar negara pada suatu dekade tertentu bagi image sebuah negara. Nation dapat diartikan sebuah kelompok besar yang memiliki kesamaan dalan ras dan bahasa (Longman, 1995) di samping itu negara (country) dapat diartikan sebuah lahan dari tanah yang diduduki oleh sebuah nation.
Secara sederhana brand (merek) diartikan sebagai sebuah nama, logo, simbol-simbol yang membedakan sebuah produk atau jasa dari produk pesaing (Susanto, 2004). Sedangkan brand  image  (citra merek) adalah apa yang dipersepsikan di benak konsumen. Nation brand  merupakan keseluruhan persepsi suatu bangsa dalam pikiran para pemangku kepentingan internasional.
Di¬sini bisa saja terkadang beberapa elemen seperti orang, tempat, budaya atau bahasa, sejarah, makanan, fashion, wajah-wajah terkenal, merek global, dan sebagainya. Dengan demikian ada atau tanpa upaya mem¬bangun nation brand, setiap negara memiliki kesan (image) dibenak pikiran audiens inter¬nasional mulai dari kesan  lemah, jelas, atau tersamar.
Apa jadinya jika suatu negara atau perusahaan tidak memiliki konsep branding yang kuat? Ibarat berjualan, suatu produk atau jasa sulit dikenal masyarakat jika branding gagal diterima. Dampak lanjutan, penjualan produk tentu tersendat-sendat.
Sebagai suatu negara, Indonesia memang harus memiliki konsep branding yang matang. Alasannya adalah meningkatkan daya jual dan persuasi komunikasi pemasaran, mengefektifkan anggaran komunikasi pemasaran, meminimalkan dampak bila terjadi krisis kepercayaan, membangun kebanggaan dan loyalitas dan meningkatkan daya saing.
Untuk membangun branding yang kuat, diperlukan beberapa langkah strategis yaitu komitmen perusahaan, kebersamaan seluruh personil terkait, perumusan strategi dan program pengembangan merek, kecukupan anggaran serta konsistensi sikap, pandangan dan langkah pengembangan merek.
Dalam kajian yang dilakukan Branding Indonesia dan SPLASHH Research, terdapat dua masalah utama dalam pengembangan merek negara atau perusahaan Indonesia yaitu rendahnya kesadaran dan komitmen membangun merek serta belum dirumuskan strategi dan program pengembangan merek.
Karena itu, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional melakukan percepatan dalam perumusan strategi dan program untuk pengembangan Nation Branding of Indonesia, serta mengakselerasi pengembangan national brand maupun merek dari produk di Indonesia.
Selain itu, banyak pula pengamat branding dan ilmu marketing mengakui peran media online dan jejaring sosial sangat besar dalam membangun ‘popularitas’ merek di masyarakat. Namun, jangan salah langkah. Jika tidak didukung media konvensional, konsep branding di media online tidak akan berjalan dengan baik.
Penggunaan media konvensional dan media online layaknya permainan tenis meja atau ping-pong. “Seperti permainan ping-pong, media konvensional dan media online saling berkesinambungan. Ketika media online melempar isu ke masyarakat, ini harus ditanggapi oleh media konvensional. Begitu pula sebaliknya. Kalau tidak, strategi terancam gagal.
Pemasaran merupakan proses pemahaman ekspektasi konsumen yang diinterpretasikan melalui pengembangan produk dan mengenalkannya ke pasar dalam rangka menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan. Karena itu, meskipun kita sudah membentuk konsep ideal soal bagaimana branding produk disampaikan ke konsumen, tapi kalau belum paham kemauan konsumen, target perusahaan atau produsen juga tidak akan terpenuhi.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, sasaran dari kegiatan Pengembangan Konsep Komunikasi Nation Branding adalah meningkatkan persepsi positif masyarakat dalam negeri dan masyarakat dunia mengenai Bangsa Indonesia dan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan ekspor dan perdagangan dalam negeri Indonesia. Tentunya hal ini menjadi tantangan dan peluang yang harus segera dilakukan untuk lebih mengkaji sejauh mana pencitraan yang telah dilakukan hubungannya dengan Perdagangan, Pariwisata dan Investasi (Trade, Tourism and Invesment). Maka pengembangan konsep komunikasi yang terkait dengan Nation Branding harus lebih memberikan arah dan dasar yang kuat agar capaian yang telah ditetapkan menjadi realistis dan terarah.
Penjelasan definisi tentang sebuah makna kata konsep, para ahli memiliki pandangan yang berbeda. Secara umum kata konsep didefinisikan sebagai adalah suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda) (Woodruf).  Pada tingkat konkrit, konsep merupakan suatu gambaran mental dari beberapa objek atau kejadian yang sesungguhnya. Pada tingkat abstrak dan kompleks, konsep merupakan sintesis sejumlah kesimpulan yang telah ditarik dari pengalaman dengan objek atau kejadian tertentu.
Konsep bisa juga merupakan abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan serta digunakan untuk mengklasifikasikan dan atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Dengan demikian, pengertian konsep sendiri adalah universal di mana mereka bisa diterapkan secara merata untuk setiap extensinya. Konsep juga dapat diartikan pembawa arti.
Secara Konsep Nation Branding adalah usaha yang dilakukan untuk membangun dan menjaga citra suatu negara secara holistik. Pembentukan citra suatu negara baik internal maupun eksternal berbasis pada nilai dan persepsi positif yang dimiliki sehingga mendapatkan posisi diantara negara-negara lain di dunia.
Pemerintah Indonesia berencana untuk menciptakan merek nasional (brand nasional) yang akan digunakan secara nasional sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan pariwisata, investasi dan sektor perdagangan. Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu mengatakan, “Bagi Indonesia, masalah merek harus dimulai dari mengubah persepsi buruk tentang rakyat Indonesia, keamanan, dan bencana alam” (Antara.co.id, 4 Juni 2007). Pertanyaannya adalah apa yang sebenarnya merek nasional? Apa hambatan untuk mempromosikan merek baru Indonesia? Bagaimana mengubah persepsi buruk yang disebutkan oleh Pangestu?
Terminologi branding awalnya berasal dari disiplin bisnis atau manajemen. Manajemen dan guru bisnis Philip Kotler dalam branding Merek Manajemen B2B-nya disebutkan adalah tentang menjanjikan bahwa penawaran perusahaan akan membuat dan memberikan tingkat kinerja tertentu. Janji balik merek menjadi kekuatan motivasi untuk semua kegiatan perusahaan dan mitra-mitranya. Lebih lanjut ia mengatakan, branding adalah jalan yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk menentukan apa yang ingin menjadi sangat baik pada dan bagaimana penawaran yang berbeda dari pesaing.
Dengan kata lain, jika kita menempatkannya dalam konteks bangsa, branding nasional adalah tentang menjanjikan yang menawarkan bangsa akan menciptakan dan memberikan tingkat kinerja tertentu. Ini adalah jalan yang harus dilakukan bangsa untuk menentukan apa yang ingin menjadi sangat baik pada dan bagaimana penawaran yang berbeda dari orang lain. Dalam kasus branding nasional untuk Indonesia, pemerintah perlu menentukan apa yang diinginkan untuk menjadi Indonesia yang sangat baik, dan apa yang kita tidak harapkan sebagai bangsa Indonesia.
Terlepas apa jenis brand nasional bahwa pemerintah akan mempromosikan, kendala-kendala dan persepsi yang buruk harus diubah atau dihapus. Pertama dan terpenting, kita perlu mengubah karakter bangsa kita dan para pejabat pemerintah. Tujuan dari perubahan karakter adalah untuk menghilangkan dan membuktikan bahwa tindakan buruk yang dilakukan pemerintah berupa insiden yang terjadi selama ini, seperti tindakan barbar dan tidak bermoral tidak akan terulang lagi, korupsi akan diperlakukan sebagai kafir, dan Indonesia akan lebih moderat dan siap untuk bekerja sama dengan masyarakat internasional.
Kedua, untuk memenuhi brand baru nasional kita, segala lapisan masyarakat dari mulai pemerintahan, pengusaha dan masyarakat perlu dilatih sesuai dengan pesan dalam branding nasional yang baru. Tidak akan menjadi mungkin untuk mempromosikan merek nasional baru tanpa didukung oleh perilaku baru Indonesia. Dengan rencana pemerintah untuk membuat branding nasional baru, akan Indonesia yang baru muncul di forum internasional? Apakah itu menguntungkan orang-orangnya?
Thailand merupakan  contoh sebuah negara yang sukses membangun nation brand (merek nasional) tidak hanya dibidang masakan, seperti kare Massaman misalnya,  tetapi juga di bidang produk-produk pertanian. Konsumen buah-buahan di Indonesia sangat akrab dengan nama papaya Bangkok, jambu Bangkok, durian bangkok, mangga Bangkok, lengkeng Thailand, ayam Bangkok, dan sebagainya. Keberhasilan Thailand dalam membangun nation brand mereka tidak terlepas dari dukungan pemerintah yang secara konsisten mempromosikan produk-produk  negeri gajah putih itu. Salah satunya adalah melalui  program Global Thailand yang telah berlangsung sejak tahun 2000.
Dinobatkannya rendang sebagai masakan terlezat di dunia oleh CNN merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia untuk membangun nation brand di bidang kuliner. Jika diibarat membangun nation brand  sama dengan mendorong mobil mogok, Thailand mulai mendorong sejak mobil berhenti, sampai mesin hidup, dan melaju. Sedangkan Indonesia tidak perlu mendorong sedari mobil tersebut berhenti, tetapi mendorongnya setelah mobil bergerak maju. Mendorong mobil yang sudah bergerak maju  tentu lebih enteng dibandingkan dengan mendorong mobil  sedari berhenti. Bagi Indonesia membangun rendang menjadi sebuah nation brand tentu lebih mudah karena dibantu oleh promosi CNN, dibandingkan dengan Thailand yang berjuang selama bertahun-tahun guna membangun nation brand mereka, apakah itu di bidang kuliner maupun produk-produk pertanian.  Kita akan kehilangan momentum jika tidak segera menindaklanjuti apa yang telah dimulai oleh CNN.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan diberitakannya rendang oleh CNN sebagai masakan terlezat semakin meningkatkan popularitas masakan ini  dikalangan au-diens internasional. Ditinjau dari sisi komunikasi pemasaran, berita CNN telah menciptakan  brand awarness rendang di antara pasar sasaran. Terbukanya pasar rendang di manca negara  tentu akan meningkatkan ekspor produk ini, dan di saat yang sama,  melalui masakan  turis tertarik untuk  berkunjung ke Indonesia, khususnya ke Ranah Minang tempat rendang berasal.
STRATEGIC NATION BRANDING
Seperti yang telah diuraikan dalam laporan sebelumnya, maksud dan tujuan kegiatan ini adalah bagaimana membuat konsep (Communication Platform, Communication Strategy termasuk di dalamnya Communication Brief) dan rencana implementasi untuk mengcounter hal-hal negatif sebagaimana yang ditemukan pada survey sehingga hal tersebut akan memunculkan citra positif Indonesia yang pada akhirnya akan meningkatkan perdagangan, pariwisata dan investasi yang meningkatkan perekonomian Indonesia.
Kegiatan peningkatan citra Indonesia pada akhirnya diharapkan akan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tujuan peningkatan citra Indonesia tidak hanya sekedar terkait nilai ekonomi, tetapi juga terkait dengan nilai ideologi, sosial, budaya, politik, serta petahanan dan keamanan, sehingga Indonesia memiliki posisi yang disegani oleh bangsa lain di dunia.
Dalam rangka peningkatan citra tersebut tentu saja dibutuhkan strategi untuk mensinergikan seluruh energi yang ada untuk mendorong kegiatan peningkatan citra tersebut dengan membuat konsep strategic Nation Branding yang dapat diimplementasikan untuk dapat menghasilkan pencitraan yang lebih baik terhadap produk maupun jasa yang pada akhirnya memberikan dampak positif bagi Indonesia.
Sasaran dari kegiatan Pembuatan Konsep Strategic Pengembangan Nation Branding adalah meningkatkan persepsi positif masyarakat dalam negeri dan masyarakat dunia mengenai Bangsa Indonesia dan memberikan dampak ekonomi yang positif bagi Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan ekspor dan perdagangan dalam negeri Indonesia.
Dengan demikian sasaran Konsep Strategic Pengembangan Nation Branding juga akan mengkaji hal-hal yang pada akhirnya berhubungan dengan Perdagangan, Pariwisata dan Investasi (Trade, Tourism and Invesment) bagi peningkatan citra Indonesia di dunia.
Dalam konteks daya saing global indonesia perlu meningkatkan Nation Branding agar bisa mensejajarkan diri dengan negara lain. Secara konsep Nation Branding adalah bidang teori dan praktek untuk mengukur, membangun dan mengatur reputasi dari suatu negara, yang erat kaitannya dengan penempatan banding. Dalam konsep Nation Branding, pendekatan yang dilakukan adalah dengan menempatkan pentingnya nilai simbol dari suatu produk yang pada akhirnya menempatkan negara untuk memperkuat  karakteristik khasnya.
Kegiatan peningkatan citra merupakan hal yang cukup mendesak bagi Indonesia mengingat Indonesia memiliki potensi yang besar dan berprospek meraih simpati dunia. Semakin tinggi citra tersebut akan semakin mudah bagi Indonesia untuk meningkatkan penerimaan devisa, baik dari sisi ekspor produk non-migas atau produk kreatif, maupun penerimaan devisa dari investasi dan pariwisata.
Pembuatan berbagai bentuk materi aktivasi promosi Nation Branding sesuai dengan jenis media yang akan digunakan sebagai sarana aktivasi. Sebenarnya branding, dalam arti bahwa kebanyakan orang mengerti, adalah mudah yaitu dengan membuat logo dan tagline dan kemudian membuat iklan TV mahal. Tapi itu tidak mencakup tujuan yang baik serta memiliki pengaruh yang kecil pada reputasi suatu negara. Kampanye yang baik adalah melakukan dua hal baik: yaitu ada di mana-mana dan menerapkan klise positif tentang suatu negara. Contoh kasus India atau China.
Slogan dalam hal ini hanyalah semboyan atau kata. Sementara reputasi harus dibangun melalui tindakan. Yang penting adalah lebih dari apa yang bisa dikatakan tentang Indonesia, yaitu apa yang dilakukan Indonesia harus mempunyai pengaruh terhadap negara lain. Daripada berfokus pada promosi iklan, Indonesia membutuhkan lebih banyak keterlibatan dengan negara lain. Tidak seperti India, Indonesia tidak memiliki klise positif karena negara memiliki profil yang sangat rendah.
Dengan memakai ukuran tersebut, citra Indonesia bukanlah aset. Banyak terdapat hal yang salah dengan Indonesia, tetapi ada juga banyak yang baik dan kadang-kadang unik serta indah. Pemerintah Indonesia juga tidak atau belum  atau tidak cukup mempromosikan budaya, seperti yang dibuktikan oleh kesalahpahaman terakhir dengan Malaysia atas tari pendet Bali.
Sebuah negara dengan cara bagaimanapun tentu saja mengembangkan strategi pemasaran berdasarkan identitas nasional dan kebijakan tertentu yang membantu memandu tindakan dalam mengembangkan reputasinya. Indonesia harus menjadi “penantang” strategi, yang dalam pemasaran digunakan untuk mendorong produk peringkat ketiga atau keempat menjadi peringkat atas kategori produk tertentu. Jika dilakukan dengan benar, strategi akan memiliki dampak yang sangat besar.
STRATEGIC CONCEPT OF NATION BRANDING
Kegiatan peningkatan citra Indonesia pada akhirnya diharapkan akan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Tujuan peningkatan citra Indonesia tidak hanya sekedar terkait nilai ekonomi, tetapi juga terkait dengan nilai ideologi, sosial, budaya, politik, serta petahanan dan keamanan, sehingga Indonesia memiliki posisi yang disegani oleh bangsa lain di dunia.
Dalam rangka peningkatan citra tersebut tentu saja dibutuhkan strategi untuk mensinergikan seluruh energi yang ada untuk mendorong kegiatan peningkatan citra tersebut adalah dengan membuat konsep strategic Nation branding yang dapat diiplementasikan untuk dapat menghasilkan pencitraan yang lebih baik untuk produk maupun jasa yang pada akhirnya memberikan dampak positif bagi Indonesia.
Dengan demikian, untuk mencapai adanya peningkatan citra Indonesia harus dilakukan kajian terhadap enam dimensi kompetensi nasional yang antara lain: ekspor, pemerintah, budaya, masyarakat, pariwisata serta investasi dan imigrasi.
Sebuah negara dengan cara bagaimanapun tentu saja mengembangkan strategi pemasaran berdasarkan identitas nasional dan/atau kebijakan tertentu yang membantu memandu tindakan dalam mengembangkan reputasinya. Indonesia harus menjadi “penantang” strategi, yang dalam pemasaran digunakan untuk mendorong produk peringkat ketiga atau keempat menjadi peringkat atas kategori produk tertentu. Jika dilakukan dengan benar, strategi akan memiliki dampak yang sangat besar.
Ada banyak kesempatan bagi Indonesia untuk memposisikan diri sebagai penantang. Misalnya menantang pandangan bahwa di Asia tidak hanya Cina dan India sebagai tempat untuk investasi. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah,  pertama membuat evaluasi realistis reputasi negara sebelum mengembangkan strategi. Hal ini dilakukan sambil memantau reputasi negara lain di indeks utama seperti politik, budaya perdagangan, dan pariwisata. Dalam merumuskan kebijakan dan inisiatif, pemerintah harus mempertimbangkan efeknya pada reputasi nasional. Ini juga merupakan cara paling sederhana untuk waspada terhadap konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan pada aspek lain dari kehidupan nasional. Selain itu, dalam segala bentuk yang dilakukan, pemerintah harus bertindak sebagai brand penantang, memberikan tujuan bagi mereka yang mengimplementasikan kebijakannya. Reputasi negara harus diarahkan dari puncak.
Di sisi lain, tentu saja melaksanakan strategi adalah masalah lain, dan Indonesia harus menghindari upaya mengacaukannya sendiri. Salah satu permasalahan yang kerap muncul adalah pemasaran pariwisata di Indonesia biasanya dimulai dengan strategi yang buruk serta dengan senyawa eksekusi yang miskin. Misalnya, mengapa harus ada kenyataan tantangan untuk menggambarkan Jakarta sebagai tujuan wisata, terutama ketika Indonesia memiliki begitu banyak keajaiban alam? Ada alasan mengapa Bali lebih terkenal dari seluruh negeri, dan jika orang-orang menyadari bahwa Indonesia lebih dari sekedar pulau resor dibanding Jakarta, mereka akan lebih mungkin untuk mengunjungi.
Diskusi mengenai nation brand, berarti bicara tentang merek suatu negara lengkap dengan atribut yang melekat. Misalnya China, yang melekat pada brand “China” adalah benderanya, lagu kebangsaannya, tagline-nya, dan asosiasi lain seperti giant panda, the great wall, kungfu atau sekarang bisa jadi termasuk bird nest stadiumnya. Nation brand, sama seperti product brand, sama-sama merupakan kesatuan dari logo, tagline, symbol dan sebagainya yang membedakannya dari kompetitor. Namun ada perbedaan mendasar antara product brand dan nation brand.
Suatu product brand bisa kapanpun dihentikan, dimodifikasi atau di pasarkan ulang. Berbeda dengan nation brand, hal-hal di atas akan sulit atau bahkan mustahil dilakukan. Cakupan pengguna untuk product brand jelas lebih terdefinisikan sementara cakupan pengguna nation brand bisa jadi sangat beragam dan sulit untuk didefinisikan. Tujuan product branding biasanya untuk mendorong atau menaikkan angka penjualan dan membangun relationship dengan konsumen. Adapun tujuan nation branding lebih ke arah menciptakan country image. Country image ini dipercaya mampu menarik investasi, turis, penciptaan lapangan kerja, meningkatkan export dan sebagainya.
Kalau nation brand itu given, nation branding itu pilihan untuk mengaplikasikan marketing dan branding strategy untuk mempromosikan image suatu negara. Menurut Andreas Markessinis, penulis, blogger dan ahli nation branding, ada beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan panduan apakah suatu negara butuh nation branding.  Apabila jawaban Ya lebih dari 5, sudah pasti suatu negara membutuhkan nation branding! Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan yang menyangkut beberapa hal berikut:
a.      Seringkah orang menanyakan dari mana anda berasal dan dilanjutkan dengan pertanyaan: wah dimanakah negara anda itu?
b.     Apakah negara anda diasosiasikan dengan cuaca jelek, makanan yang tidak enak dan standar hidup yang rendah?
c.      Apakah orang lain sering keliru mempersepsikan tradisi budaya, makanan, agama, bendera dari negara anda dengan negara tetangga anda?
d.     Apakah orang lain sering tidak bisa menunjukkan letak negara anda di dalam peta?
e.     Apakah orang lain sering kesulitan menyebutkan nama negara anda?
f.      Apakah negara anda terkait dengan negative stereotype dan prasangka buruk?
g.      Apakah oirang-orang dari negara anda tidak terlalu disukai?
h.     Apakah orang lain tidak mengenali bendera negara anda?
i.       Apakah produk-produk dari negara anda dipersepsikan sebagai murahan dan berkualitas buruk?
Berdasar survey tahunan yang dilakukan oleh Anholt – GfK Roper Research. pada tahun 2009, Indonesia berada pada posisi 43 dari total 50 negara yang disurvei. Sementara Malaysia dan Thailand berada pada posisi 34 dan 38. Sebuah survey terhadap produk asuransi yang dilakukan oleh join research Bangkok University dan Nanyang Technological University menemukan bahwa produk asuransi dari Indonesia dipersepsi sebagai low quality, low pride dan low reliability oleh responden di Thailand. Studi lain di Singapura mengenai persepsi terhadap produk dari Indonesia, yaitu roti (IndoBread) dan kopi (IndoCafe) juga menunjukkan bahwa produk dari  Indonesia  dipersepsikan masih rendah (low) dalam kaitan dengan rasa, gengsi (prestise), kualitas bahan baku, kualitas secara keseluruhan, keinginan membeli dan dikenal secara dekat (familiarity). Fakta-fakta di atas menunjukkan:  Indonesia perlu Nation Branding!
Bagaimanapun membangun nation brand itu penuh dengan tantangan. Dan jelas nation brand itu bukan sekedar membuat tagline, karena tagline tanpa aktivitas nyata di belakangnya hanya akan menjadi sia-sia. Branding tidak akan bermakna apa-apa ketika elemen lain seperti: kondisi politik, ekonomi, keamanan, dan kondisi lingkungan tidak mendukung. Tidak ada cerita nation branding bisa memulihkan image suatu negara yang kondisinya ekonomi, dan politiknya kocar kacir.
Buat Indonesia, saat ini Indonesia disebut-sebut oleh New York Times sebagai “economic golden child” dengan tingkat pertumbuhan ekonomi 6.2% di caturwulan kedua plus pasar modal yang berkinerja terbaik di Asia. Politik di Indonesia juga sedang kondisi yang kondusif. Indonesia saat ini benar-benar sedang “berkilau” di tengah lesunya pasar global.
Melalui kegiatan pembuatan konsep Komunikasi Nation Branding ini diharapkan dapat diperoleh konsep yang digunakan untuk membuat materi aktivasi dan dilengkapi dengan rencana aktivasi dari materi yang telah dibuat. Dengan konsep Komunikasi Nation Branding yang terprogram dan terarah diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk merubah cara pandang negatif masyarakat internasional terhadap Indonesia menjadi berpandangan positif terhadap Indonesia. Dengan meningkatnya citra positif Indonesia di mata masyarakat internasional pada akhirnya dapat meningkatkan kerjasama dibidang perdagangan, investasi dan wisatawan asing ke Indonesia.
NATION BRANDING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN CITRA
Brand memiliki persepsi nilai yang terbentuk dari komunikasi dan pengalaman seseorang dengan brand tersebut. Hal ini berlaku untuk brand di semua level dan seseorang memiliki persepsi mengenai nilai yang terkandung di dalam sebuah personal brand maupun nation brand.
Proses nation branding pasti lebih sulit dibandingkan personal atau product branding. Hal ini karena banyaknya brand touchpoint yang perlu dibentuk dalam sebuah negara. Brand touchpoint adalah bagian-bagian dari brand yang ditemui oleh seseorang yang akan mempengaruhi persepsi dia terhadap brand tersebut. Sehubungan dengan ini, ahli nation branding dari Norwegia mengatakan:
Humans are constantly accumulating observations of the surrounding world”, yang artinya bahwa persepsi seseorang atas sebuah brand ditentukan dari apa saja yang dia lihat mengenai brand tersebut.
Penduduk dan perilakunya, produk, prosedur dan birokrasi, pemerintah, artifak-artifak sejarah dan lokasi adalah beberapa brand touchpoint dari sebuah negara. Bayangkan sulitnya membangun dan mencitrakan brand culture di semua brand touchpoint ini. Belum lagi jika kita bicara mengenai upaya untuk mempertahankan citra tersebut sepanjang waktu.
Jika sebuah brand bersaing dengan brand lainnya, lantas bagaimanakah konteks persaingan brand di level negara? Sebuah negara bersaing dengan negara lain dalam banyak hal, misalnya dalam mengekspor produk, memperoleh Foreign Direct Investment (FDI), mendapatkan debt moratorium, menarik pekerja-pekerja terampil dari luar, menarik wisatawan, menempatkan wakil di badan penting di United Nations, menjadi tuan rumah Piala Dunia dan sebagainya. Persepsi brand negara menjadi faktor penting dalam persaingan tersebut. Misalnya, apakah Indonesia bisa dipercaya dalam memproduksi sebuah produk, apakah kondusif sebagai tempat FDI, apakah mumpuni untuk menjalankan event sebesar Piala Dunia dan sebagainya? Tentunya hal tersebut sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan dalam upaya meningkatkan citra positif Indonesia di mata dunia internasional.
Kesulitan di atas pernah dialami oleh Menteri Perdagangan RI Marie Elka Pangestu saat mempromosikan produk-produk dalam negeri ke luar. Dalam kunjungannya ke Amerika Serikat pada bulan Oktober 2009 lalu beliau menyoroti kesalahan persepsi di negara Paman Sam tersebut yang berakibat kurang baik bagi perdagangan kedua negara. Pernyataan Mendag yang dikutip diwebsite antara adalah sebagai berikut:
“Tujuan forum itu hari ini adalah untuk menginformasikan dan membagi kepada anda apa yang sedang terjadi di Indonesia sehingga kita dapat menyelesaikan kesalahan persepsi tentang Indonesia dan yang sangat penting memunculkan persepsi baru tentang Indonesia serta hubungan AS-Indonesia,”
Upaya-upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan citra Indonesia di mata dunia selalu ternodai dengan kenyataan-kenyataan buruk yang terjadi di dalam negeri. Tindakan korupsi, anarki, bencana yang diakibatkan oleh keteledoran aparat, pertikaian politik, krisis ekonomi, kerusakan infrastruktur dan sebagainya senantiasa terjadi yang akhirnya menurunkan citra brand Indonesia di mata dunia.
Sedikit demi sedikit, kesan-kesan buruk tersebut mulai diperbaiki. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi perilaku korupsi di Indonesia yang akan memperbaiki citra Indonesia di bidang ini. Perbaikan kinerja aparat pemerintah mulai disoroti oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk meningkatkan kesan profesionalisme aparat. Infrastruktur juga mulai diperbaiki untuk memperbaiki citra kumuh dan semrawut. Sayangnya masih ada yang kurang, yakni integrasi dan koordinasi semua aktivitas tersebut untuk mencapai hasil yang maksimal.
Sebagai sebuah negara, ada banyak kesempatan bagi Indonesia untuk memposisikan diri sebagai penantang. Apa yang pemerintah Indonesia harus lakukan pertama adalah membuat evaluasi realistis reputasi negara sebelum mengembangkan strategi. Hal ini kemudian harus memantau reputasi negara di indeks utama seperti politik, budaya perdagangan, dan pariwisata. Dalam merumuskan kebijakan dan inisiatif, pemerintah harus mempertimbangkan efeknya pada reputasi nasional. Ini juga merupakan cara paling sederhana untuk waspada terhadap konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan pada aspek lain dari kehidupan nasional.
Melaksanakan strategi adalah masalah lain, dan Indonesia harus menghindari upaya mengacaukannya sendiri. Pemasaran pariwisata di Indonesia biasanya dimulai dengan strategi yang buruk, dan dengan paduan eksekusi yang miskin. Misalnya, mengapa tantangan kenyataan dengan menggambarkan Jakarta sebagai tujuan wisata, terutama ketika Indonesia memiliki begitu banyak keajaiban alam? Ada alasan mengapa Bali lebih terkenal dari seluruh negeri, dan jika orang-orang menyadari bahwa lebih dari Indonesia adalah seperti pulau resor dari Jakarta, branda akan lebih mungkin untuk mengunjungi.
Kata kunci dari Nation Branding adalah Trade, Tourism and Invesment. Ketiga kata tersebut digunakan untuk menggambarkan adanya peningkatan perdagangan (produk barang ekpor, jasa dan invetasi). Promosi perlu dilakukan secara berkesinambungan dan pencitraan nama Indonesia juga perlu dilakukan terus menerus, apalagi pada tahun ini tengah terjadi krisis global yang dapat memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk pencitraan yang lebih baik.
Diolah Penulis dari berbagai sumber.

Tinggalkan komentar